Mengenal Konsep Sensori Integrasi dan Pentingnya dalam Proses Belajar Anak

Ketika anak tumbuh dan berkembang, ia belajar melalui lingkungan sekitar. Menambah pengetahuan serta mengasah keterampilan. Mencoba dan merasakan hal-hal baru dengan beragam pengalaman. Terus berproses hingga menjadi individu yang lebih baik. Dalam proses tersebut, terkadang anak sering mengalami kesulitan. Salah satu penyebab mendasar adalah disfungsi Sensori Integrasi.  

Sensori Integrasi

Pada tahun  1972 ahli Terapi Okupasi dari Amerika Serikat A. Jean Ayres mengenalkan suatu model perkembangan manusia yang dikenal dengan teori Sensori Integrasi. Sensori Integrasi merupakan Proses menerima, mengubah dan membedakan sensasi untuk menghasikan suatu perilaku yang adaptif. Perilaku adaptif yang dihasilkan kemudian berkembang menjadi keterampilan yang lebih kompleks seperti bahasa, pengendalian emosi dan berhitung. Dalam siklus Sensori Integrasi, adanya gangguan pada keterampilan dasar akan menimbulkan kesulitan dalam menguasai keterampilan yang lebih tinggi.

Secara sederhana Devita Feby Anggraeni, A.Md.OT (Terapis Sensori Integrasi) menggambarkan proses Sensori IntegrasiSetiap detik otak menerima jutaan input sensori melalui reseptor.  Input sensori yang diterima dapat berupa tekanan, suhu, getaran, gerak, rasa dan lainnya.  Otak kemudian akan mengolah dan mengartikan input sensori tersebut sebagi informasi. Informasi inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan respon. Setelah itu, otak melakukan evaluasi apakah respon tersebut telah sesuai dengan input sensori yang diberikan. Pada tahap ini tubuh mengalami proses ‘belajar’ sedangkan otak mengembangkan kemampuan dari pengalaman-pengalaman yang dirasakan.

Input sensori dari lingkungan diterima oleh indera yang ada diseluruh tubuh. Indera tersebut meliputi pendengaran (auditory), penglihatan (visual), pengecapan (gustatory), penciuman (olfactory), perabaan (tactile), sistem keseimbangan (vestibular), serta otot-otot dan sendi (proprioceptive). Terapi Sensori Integrasi menitikberatkan stimulasi pada tiga indera utama yaitu tactilevestibular dan proprioceptive, namun tidak melupakan juga stimulasi pada indera yang lainnya.

Disfungsi Sensori Integrasi

Disfungsi Sensori Integrasi terjadi ketika input sensori dari lingkungan dan dalam tubuh tidak diintegrasikan secara tepat. Anak akan menginterpretasikan dunia secara berbeda. Anak menjadi tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi input tersebut. Mispersepsi ini dapat menimbulkan berbagai gangguan perkembangan, belajar maupun perilaku.

Menurut teori yang disampaikan Miller dkk (2004) disfungsi Sensori Integrasi atau Sensory Processing Disorder (SPD) dibagi menjadi beberapa tipe yaitu Sensory Modulation Disorder, Sensory-based Motor Disorder dan Sensory Discrimination Disorder.

Sensory Modulation Disorder (Gangguan Sensori Modulasi)

Merupakan gangguan yang disebabkan karena anak kesulitan berespon terhadap input sensori sehingga memberikan respon perilaku yang tidak sesuai. Gangguan modulasi dibagi menjadi tiga subtipe yaitu sensory overresponsive (SOR), sensory underresponsive (SUR) dan sensory seeking (SS).

Anak dengan SOR menunjukkan reaksi yang berlebihan saat diberikan input sensori. Ia berespon  lebih intens dan lebih lama dari sewajarnya. SUR merupakan keadaan dimana anak kurang merespon atau tidak memperhatikan input sensori dari lingkungan. Sehingga anak terlihat pendiam dan menarik diri dari lingkungan. Pada tipe SS, anak tidak puas terhadap input sensori yang ada dan cenderung mencari aktivitas yang menimbulkan sensasi yang intens terhadap tubuh. Contohnya seperti berayun dengan kencang, memutar-mutar tubuh, atau senang memakan makanan pedas.

Sensory-based Motor Disorder (Gangguan Praksis)

Pada gangguan ini, anak kesulitan dalam menguasai gerak motorik baru. Hal ini disebabkan oleh gagalnya input sensori yang diterima oleh sistem vestibular dan propioceptive. Gangguan praksis dibagi menjadi dua subtipe yaitu dispraksia (kesulitan melakukan koordinasi gerakan motorik kasar dan halus) dan gangguan postural.

Sensory Discrimination Disorder (Gangguan Diskriminasi Sensori)

Yaitu ketidakmampuan dalam mengartikan kualitas sentuhan, gerakan dan posisi tubuh atau kesulitan dalam mempersepsikan suatu input secara tepat (Bundy, dkk, 2002). Diskriminasi sensori memungkinkan untuk mengetahui suatu objek tanpa melihatnya, menemukan objek hanya dengan menyentuhnya, menemukan objek dari suara yang dikeluarkannya, merasakan tekstur, dan bau. SDD pada sistem penglihatan dan pendengaran dapat menyebabkan gangguan belajar dan bahasa. Adapun pada sistem tactileproprioceptive dan vestibular menyebabkan gangguan motorik.

Sensori Integrasi merupakan tonggak utama dalam perkembangan anak. Setiap aktivitas yang dilakukannya pasti melibatkan siklus Sensori Integrasi. Untuk itu sangat penting untuk menstimulus indera-indera  anak agar ia merasakan pengalaman-pengalaman yang membantunya menghasilkan respon yang adaptif. Ingatlah keberhasilan dalam mengolah input sensori menentukan pencapaiannya dalam proses belajar. 

(Rezki Novrianti, Editor: Firesta)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *