Mengenal Kekerasan Pada Anak: Apa yang Perlu Kita Ketahui?

Dengan banyaknya kasus kekerasan pada anak yang terjadi, sepertinya kita butuh tahu lebih banyak mengenai hal tersebut. Kekerasan pada anak sebetulnya merupakan cakupan yang cukup luas, mulai dari kekerasan fisik, seksual, emosional, pengabaian terhadap anak sampai ke cakupan yang lebih luas: diskriminasi, ketidakadilan dan berbagai perlakuan salah lainnya.

UU No.23 thn 2002 tentang perlindungan anak jelas mengatakan bahwa setiap anak berhak mendapat perlindungan dari diskriminasi; eksploitasi; penelantaran; kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya.

Kekerasan fisik contohnya adalah memukul, mencubit, menjewer, menampar, menjambak, dan lain-lain. Intinya kekerasan fisik adalah segala hal yang dapat menyakiti anak secara fisik. Bagaimana kalau hal tersebut diberikan dalam rangka mendisiplinkan anak? Apapun alasannya, kekerasan anak tidak dapat dibenarkan.

Kekerasan seksual contohnya: pelecehan seksual, pemerkosaan, membiarkan anak menonton film porno atau melihat hubungan seksual.

Kekerasan emosional adalah segala bentuk tindakan yang dapat mempengaruhi keadaan emosional anak. Contoh kekerasan emosional atau psikologis adalah membentak anak, mengatakan anak nakal, malas, bodoh, mengancam anak, dan lain-lain.

Pengabaian anak adalah dengan sengaja mengabaikan kebutuhan anak (makan, minum, kebersihan, kesehatan, kesempatan sekolah, bermain). Diskriminasi pada anak adalah dengan sengaja membedakan perlakuan atau keadilan pada seorang anak karena hal tertentu.

Dalam penelitian MacMillan et.al (2001) mengenai child abuse, didapatkan hasil bahwa kekerasan yang dialami seseorang pada masa anak-anak memperbesar resiko munculnya gangguan kecemasan depresi dan masalah psikologis lainnya.

Bagaimana agar anak kita terhindar dari kekerasan pada anak?

Cek dari diri sendiri terlebih dahulu. Apakah kita pernah melakukan kekerasan pada anak kita? Bahkan mengatakan anak “bodoh”, “malas”, itu kekerasan emosional lho. Mukul, cubit, bentak, itu jelas kekerasan pada anak. Tapi orang tua kan juga bisa emosi? Ya, memang. Tapi tidak boleh melampiaskan emosi dalam bentuk kekerasan pada anak. Makanya menurut saya, orang tua sangat butuh latihan regulasi emosi supaya terhindar dari kekerasan pada anak.

Anak yang ‘terbiasa’ mendapatkan kekerasan dari orang tua, lama-kelamaan dapat berpikir bahwa kekerasan tersebut adalah wajar. Saat anak merasa bahwa ia ‘wajar’ mendapatkan kekerasan,bisa-bisa anak tidak sadar kalau ada orang diluar sana yg melakukan kekerasan padanya.

Setelah cek atau evaluasi diri, cara berikutnya yang dapat dilakukan agar anak terhindar dari kekerasan adalah pastikan anak aman. Perhatikan dengan siapa anak bergaul, bagaimana keadaan lingkungan sekolah atau lingkungan lain tempat anak beraktivitas. pada kasus-kasus kekerasan pada anak, pelaku seringkali adalah orang-orang yang berada di sekitar anak. Kewaspadaan orang tua menjadi sangat penting.

Bangun komunikasi dan interaksi yang positif dengan anak. Saat orang tua dan anak punya komunikasi dan interaksi yang positif, anak biasanya akan cerita pengalaman-pengalamannya pada orang tua. Kalau anak rajin cerita sama orang tua, maka orang tua lebih mudah ‘menangkap’ jika ada hal-hal yang sepertinya dapat membahayakan anak. Banyak kasus-kasus kekerasan yang akhirnya lama terungkap karena anak takut atau malu cerita sama orang tuanya. Jadi, penting sekali untuk membangun komunikasi dengan anak.

Penting sekali anak tahu bahwa orang tua adalah tempat paling tepat untuk menceritakan pengalamannya. Jadi memang harus bangun komunikasi dangan anak, harus waspada, harus perhatikan sekitar. Dan ingat bahwa kita tidak hanya bertanggung jawab pada keselamatan anak kita, tapi juga anak-anak lain yang ada di sekitar kita.

Jangan segan-segan untuk lapor, jangan diam, jangan tunggu besok. Ayo bergerak bersama untuk melindungi anak-anak kita.

“The world is a dangerous place, not because of those who do evil but because of those who look and do nothing.” – Albert Einstein.

oleh: Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog (Psikolog Anak)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *