Pada tahap awal perkembangannya, anak kerap kali menangis atau ngambek ketika keinginannya tidak terwujud. Bahkan ia tidak segan untuk berteriak, menendang, dan melempar hingga yang paling ekstrem menyakiti dirinya maupun orang lain. Perilaku anak yang demikian merupakan perilaku temper tantrum atau sering disebut dengan istilah tantrum. Tantrum merupakan luapan emosi yang umumnya diekspresikan oleh anak secara spontan, tidak terencana dan tidak terkontrol.
Seringkali istilah tantrum diasosiasikan dengan anak yang memiliki masalah emosional. Namun faktanya, tantrum merupakan perilaku yang umum terjadi pada anak usia 1-5 tahun. Hanya saja orang tua perlu waspada, jika episode tantrum terus berlanjut saat usia anak melebihi 5 tahun. Kondisi tantrum ini bisa menjadi indikasi awal hambatan perilaku pada usia lebih lanjut. Untuk menghindari hal tersebut orang tua perlu mengurangi timbulnya perilaku tantrum pada anak.
Terapis Perilaku, Arindah Arimoerti Dano, S.Psi. menjabarkan, pencegahan perilaku tantrum pada anak dapat dilakukan orang tua dengan beberapa langkah sederhana. Unsur utama yang diperlukan adalah konsistensi orang tua. Sikap tenang sebagai pemegang kendali juga menetukan tingkat keberhasilan.
Langkah pertama, hindari anak dari stress.
Penyebab utama perilaku tantrum pada anak adalah perasaan marah dan frustasi. “Saat masa awal perkembangan bahasa yaitu ketika anak berusia 1-3 tahun, anak telah memiliki lebih banyak informasi mengenai lingkungan sekitarnya. Namun si kecil belum dapat membangun komunikasi untuk mengutarakan keinginannya tersebut. Sehingga muncul perasaan marah dan frustasi yang ditunjukkan dengan perilaku tidak terstuktur seperti tantrum.” jelas terapis perilaku yang juga menjadi konselor di sebuah sekolah swasta di Tangerang ini.
Kedua, pelajari pola perilaku anak beserta pemicu tantrum.
Dengan mengetahui gejala-gejala awal anak akan tantrum, orang tua dapat segera mengalihkan perhatian si kecil dengan hal yang ia sukai atau membawanya ke lingkungan yang berbeda (keluar rumah atau ruangan). Tidak hanya itu, orang tua perlu tahu penyebab anak berperilaku tantrum sehingga dapat menghindari kondisi tersebut.
Penyebab lain perilaku tantrum pada anak selain rasa frustasi adalah kemarahan yang diakibatkan dari kegagalan, rasa lapar dan lelah. Bantu anak keluar dari kondisi tersebut. Misalnya anak selalu tantrum saat perjalanan jauh, orang tua dapat menyisiati dengan menambah frekuensi istirahat dan membawa makanan kesukaan anak.
Ketiga, ajari anak untuk mengungkapkan apa yang diinginkan.
Beri anak pengertian bahwa untuk mendapatkan sesuatu anak perlu mengutarakan keinginannya secara jelas bukan dengan menangis atau menendang. Selain itu, orang dewasa akan lebih mengerti dengan apa yang diinginkannya.
Keempat, sisipkan standar pencapaian untuk mengembangkan self esteem anak saat bermain.
Awali dengan memberikan standar pencapaian yang mudah terlebih dahulu. Jika anak telah menguasainya, orang tua dapat meningkatkan standar pencapaian secara gradual agar tugas menjadi lebih menantang.
Hindari memberi tugas yang melampaui kemampuan anak. Karena seperti yang telah dijelaskan diatas, frustasi merupakan penyebab utama anak berperilaku tantrum. Kegagalan dalam mengerjakan tugas juga dapat menurunkan kepercayaan diri anak. Oleh karena itu, langkah terakhir untuk mencegah tantrum adalah kenali batas kemampuan anak. Selain dapat mencegah tantrum, langkah ini dapat membantu orang tua dalam mengajak anak belajar.
Ada kalanya anak tetap berperilaku tantrum, walaupun orang tua telah berusaha mencegah perilaku tersebut. Untuk mengatasi perilaku tantrum pada anak, cara yang paling efektif yang dapat dilakukan orang tua adalah tidak merespon perilaku tantrum tersebut.
“Dengan mengabaikan anak ketika ia sedang tantrum, Anda mengajarkan bahwa tantrum bukanlah cara yang tepat untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebaliknya, jika Anda merespon sedikit saja, anak akan belajar bahwa Anda membenarkan perilaku tersebut dan memungkinkan mengulang kembali menjadi lebih besar.” jelas terapis yang biasa dipanggil Bu Arin. Lagi-lagi konsistensi orang tua diperlukan disini.
Tantrum biasanya berlangsung selama 30 detik hingga 5 menit dan sangat intens pada menit pertama. Yang perlu anda lakukan adalah tunggu hingga anak tenang dan dapat diajak bicara. Jika ia telah berhasil mengatasi emosinya, jangan lupa beri anak reward pada perilaku-perilaku yang ingin di bentuk. Reward yang diberikan dapat berupa pelukan, pujian, makanan kesukaan atau apa saja yang disukai anak.
Jika dirasa perlu, gunakan metode time-out.
Minta anak duduk sendiri dalam ruangan sekitar 5-15 menit. Tujuannya adalah membiarkan anak menenangkan diri dan berpikir mengenai kesalahanya. Untuk anak yang usianya lebih kecil, orang tua perlu membantu memberitahukan letak kesalahan anak.
Perilaku tantrum merupakan cara komunikasi yang umum dilakukan anak untuk mengutarakan keinginan atau kekecewaannya. Perilaku ini muncul di karenakan keterbatasan kemampuan bahasa yang dimiliki anak. Namun, jika dibiarkan tantrum dapat menjadi awal masalah perilaku pada anak di usia lebih lanjut. Untuk itu orang tua perlu melakukan pencegahan untuk meminimalisir perilaku tersebut. Konsistensi orang tua dengan tidak merespon saat anak tantrum akan membantu anak dalam menghilangkan perilaku tersebut.
(Rezki Novrianti)