Baby walker tentu sudah tidak asing lagi di kalangan orang tua. Ada yang menggunakan baby walker sebagai sarana bermain anak sehingga orang tua dapat menyambi menjaga anak sambil beraktivitas. Tidak sedikit juga orang tua yang menggunakan ini untuk memastikan anak terjaga didalamnya saat mengekplorasi lingkungan sekitar. Hingga yang sering menjadi pertimbangan orang tua saat membeli adalah sebagai alat bantu anak untuk belajar berjalan.
Sekilas, baby walker terlihat alat yang praktis dan memberi banyak manfaat. Namun benarkah demikian?
Menurut Fisioterapis, Nining Wijayanti, A.Md, Ft. atau yang akrab disapa Ibu Nining, penggunaan baby walker pada anak memberikan justru memberikan dampak negatif. Khususnya dalam masa berjalan anak.
Baby walker menyebabkan anak mempelajari pola berjalan yang salah, yaitu berjalan jinjit.
Umumnya anak yang menggunakan alat ini belum mampu untuk menopang berat badannya sendiri. Sehingga untuk berpindah tempat menggunakan baby walker, anak cukup mendorong menggunakan sebagian permukaan kakinya saja. Hal ini menyebabkan hanya tungkai bawah yang diperkuat yaitu otot betis. Padahal untuk berjalan dengan pola yang benar, diperlukan kematangan pada tungkai atas (otot paha) dan pinggul.
Selain itu, baby walker menghalangi anak untuk dapat melihat kaki dan tubuhnya saat bergerak.
Akibatnya, visual feedback yang merupakan elemen penting bagi anak dalam mempelajari pergerakkan tubuhnya menjadi terabaikan. Anak perlu memiliki pengalaman dan merasakan gerak tubuhnya untuk dapat mengetahui cara menyeimbangkan tubuh. Penggunaan baby walker juga akan membatasi anak untuk menghabiskan waktu dalam posisi lainnya. Kurangnya kesempatan untuk melatih keterampilan dasar seperti berguling dan merangkak, mengakibatkan motorik kasar anak kurang terstimulasi. Padahal, keterampilan dasar merupakan tahapan penting yang perlu dikuasai anak untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi.
Penggunaan baby walker dapat menimbulkan resiko cidera pada anak yang cukup tinggi.
Berdasarkan penelitian Child Accident Prevention Trust, pada tahun 2002 sebanyak 2350 anak di Inggris dilarikan ke rumah sakit setelah terluka akibat baby walker. Saat menggunakan baby walker, anak dapat berpindah tempat sejauh 1-3 meter/detik. Kurangnya pengawasan dapat menyebabkan anak meluncur di tangga, terjatuh, ataupun terjepit.
Berdasarkan dampak yang Ibu Nining kemukakan, ia tidak menganjurkan untuk penggunaan baby walker pada anak. Sebagai Penggantinya, ia menyarankan agar orang tua dan anak dapat bermain dengan aman dan nyaman dengan memanfaatkan alas atau matras. Anak dapat melakukan aktifitas bermain dan eksplorasi gerakan yang berguna untuk mempelajari tubuh mereka sendiri, memperkuat otot gerak, mengeksplorasi area sekitar, serta mengarah ke proses berjalan. Sehingga motorik kasar anak akan terstimulasi dengan baik.
Mengingat lebih banyak dampak negatif daripada manfaat yang diberikan, orang tua harus memperhatikan benar tujuan dari penggunaan baby walker sebelum memutuskan untuk menggunakan alat tersebut pada anak. Ketelitian orang tua dalam menentukan apa yang dibutuhkan oleh anak akan membantu tumbuh kembang anak menjadi optimal.
(Rezki Novrianti. Editor: Hanny Utari.)