Bullying meliputi seluruh perilaku kekerasan yang bertujuan menyakiti seseorang, baik secara fisik atau tekanan emosional, dilakukan secara berulang kali, menimbulkan kepuasan bagi pelaku, dan biasanya terlihat adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.
Siapa Pelaku? | Siapa Korban? |
Ia merasa ‘lebih’ (lebih besar, lebih keren, lebih populer, dll) atau memiliki ‘power’ di antara teman-temannya | Ia diam saat mendapatkan perilaku agresif atau ancaman dari pelaku |
Ia memiliki kecenderungan agresif | Seringnya Ia tidak berani melaporkan kepada orang tua dan guru bahwa mereka telah dianiaya atau di-bully oleh pelaku |
Ia memiliki kemampuan untuk memprovokasi teman-temannya |
Bila anak menjadi korban bullying:
• Segera mengajak anak berbicara
• Diskusikan kejadian ini dengan pihak sekolah untuk mencari solusi terbaik
• Bila anak menunjukkan gejala trauma, segera konsultasikan dengan Psikolog Anak
Hal utama yang harus dilakukan adalah membantu anak agar lebih tangguh (resilien), lebih asertif, dan lebih mampu untuk melawan. Melawan di sini tidak sama dengan melakukan perilaku agresif, tapi intinya tidak membiarkan perilaku tersebut terjadi, misalnya dengan berteriak, berusaha melindungi diri, atau melapor kepada guru.
Bila anak menjadi pelaku bullying:
• Segera mengajak anak berbicara
• Pastikan bahwa anak bertanggung jawab terhadap perilakunya (meminta maaf kepada korban, memastikan perilakunya tidak berulang)
• Diskusikan kejadian ini dengan pihak sekolah
• Konsultasikan dengan Psikolog Anak untuk mencegah munculnya kembali perilaku tersebut
Hal utama yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman moral mengenai kejadian tersebut pada anak, bahwa perilaku yang ia lakukan menyakiti orang lain dan dapat merugikan dirinya sendiri karena tidak memiliki manfaat apapun.
Penonton?
Selain korban dan pelaku, sebetulnya ada PENONTON yang juga memiliki peranan besar dalam mengembangkan perilaku bullying. Pelaku biasanya akan semakin bersemangat melakukan bullying dan meneruskan perilakunya ketika orang-orang di sekitarnya menonton, membiarkan, atau bahkan seperti ‘menyetujui’ perilakunya.
Oleh karena itu, tugas orang tua tidak hanya mengarahkan anak agar tidak menjadi pelaku bullying, namun juga tidak menjadi penonton. Anak diharapkan untuk tidak ikut tertawa jika ada teman yang diejek, tidak ikut berdiri di sekitar kejadian bullying dan menyaksikan perilaku bullying terjadi, tidak membiarkan jika ada teman yang dijauhkan atau dikucilkan, dan lainnya.
Ditulis Oleh: Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog (Psikolog Anak)
Editor: Hanny Utari