Pernikahan merupakan masa transisi yang signifikan bagi sebagian besar individu dewasa. Terdapat pengambilan peran baru (sebagai suami dan istri) di dalam pernikahan dan penyesuaian diri dengan pasangan. Menurut Olson, DeFrain dan Skogrand (2011), pernikahan merupakan komitmen emosional dan legal antara dua individu untuk berbagi intimasi emosional dan fisik, berbagi tugas dan peran serta sumber – sumber ekonomi.
Umumnya seseorang mempertimbangkan beberapa hal ini hingga akhirnya memutuskan untuk menikah : usia, sudah memperoleh pekerjaan, ada tuntutan menikah dari keluarga, melihat teman-teman yang sudah menikah, dsb. Umumnya juga, individu fokus pada persiapan pesta pernikahan, di antaranya memilih tanggal pernikahan dan berbagai vendor pendukung.
Namun demikian, ada hal yang lebih penting bagi seseorang dalam menentukan pilihannya untuk menikah, yaitu kesiapan fisik dan terutama kesiapan mental untuk menikah. Menurut Larson, kesiapan pernikahan merupakan evaluasi subjektif mengenai kesiapan individu untuk bertanggung jawab dan menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan pernikahan (dalam Badger, 2005).
Faktor – faktor Kesiapan Pernikahan
Menurut Carroll (2007) terdapat tiga faktor dalam Kesiapan Pernikahan, yaitu
1) Marital Importance : prioritas individu untuk menikah merupakan hal yang relatif dan hal tersebut berhubungan dengan tujuan hidup dan aktivitas lainnya (seperti pendidikan dan pekerjaan). Individu yang memprioritaskan pernikahan dibandingkan tujuan hidup lainnya cenderung akan mempersiapkan dan merencanakan pernikahan secara berbeda dengan rekan-rekannya;
2) Desired Marital Timing : usia ideal yang diharapkan oleh individu untuk menikah. Individu yang memiliki harapan untuk menikah lebih cepat cenderung akan mengurangi perilaku – perilaku yang dianggap kurang pantas dengan kehidupan pernikahan, seperti minum alkohol berlebihan, berhubungan seksual yang tidak aman dan menggunakan obat – obatan terlarang;
3) Criteria for Marriage Readiness : banyak sekali aspek yang dapat ditekankan atau justru dikurangi oleh individu mengenai filosofi pribadi akan kesiapan pernikahan. Kriteria individu mengenai kesiapan pernikahan cenderung akan memengaruhi dan akan dipengaruhi oleh waktu yang diinginkan untuk menikah (Desired Marital Timing) dan kepentingan atau prioritas mengenai pernikahan (Marital Importance).
Lalu, kriteria apa saja yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang hingga akhirnya merasa siap untuk menikah?
1. Mengenali diri sendiri
Tidak hanya menunggu datangnya Mr./Mrs. Right, namun juga mempersiapkan diri menjadi the right person, yaitu dengan mengeksplorasi berbagai kelebihan dan hal-hal yang dapat terus dikembangkan dari diri kita sendiri, yang nantinya dapat menjadi bekal untuk mendukung kelancaran pernikahan. Penting juga untuk mempertimbangkan goal-goal pribadi yang masih ingin dipenuhi sebelum menikah.
2.Mengenali pasangan
Mengenali kebiasaan, nilai-nilai pribadi dan “keanehan” dari pasangan. Pikirkan apakah berbagai hal tersebut dapat anda terima/toleransi?
3.Hargai pengalaman, berdamai dengan masa lalu
Membuka diri untuk benar-benar menerima kondisi diri terkait berbagai pengalaman yang telah dilalui, misalnya dengan mantan pacar, mantan gebetan, pola asuh orang tua, dsb.
4.Mengenali interaksi diri dan pasangan
Kenali pola interaksi anda dan pasangan. Pola interaksi yang positif di antaranya adalah komunikasi asertif, saling percaya, saling menghargai, berbagi, berdiskusi, terbuka mengenai apapun (termasuk hal terburuk mengenai diri masing-masing), komit terhadap keputusan bersama.
5. Mengenali kondisi keluarga diri sendiri dan pasangan
Penting untuk mengenali bagaimana pola asuh orang tua pasangan, bagaimana interaksi antar anggota keluarga pasangan, bagaimana biasanya keluarga meregulasi emosi dan mengatasi konflik, begitu juga dengan keluarga Anda sendiri. Dan apakah anda dan pasangan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut?
6. Menyepakati peran suami dan istri
Sepakati dengan pasangan mengenai peran masing-masing. Misalnya apakah istri harus selalu memasak dan menyediakan makanan di rumah, apakah suami yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan kendaraan, apakah istri bekerja, apakah suami bisa bekerja paruh waktu, dsb.
7. Kegiatan seksual
Kehidupan seksual merupakan salah satu sumber konflik terbesar di dalam pernikahan selain gaya komunikasi dan finansial. Hubungan seksual merupakan perpanjangan dari komunikasi yang telah terjalin baik. Diskusikan dengan pasangan mengenai kehidupan seksual yang diharapkan, misalnya kegiatan seksual apa saja yang dirasa nyaman maupun yang dirasa kurang nyaman bagi istri dan suami.
8. Menghadapi permasalahan bersama
Penting untuk mengenali apa saja yang dapat menjadi sumber konflik (misalnya : kebiasan buruk pasangan, perselingkuhan, menjalankan kegiatan bersama teman-teman, dsb) dan perlu untuk menyelesaikan konflik dengan segera (tidak ditunda-tunda).
9. Sumber finansial dan penggunaannya
Penting untuk mendiskusikan siapa penanggung jawab utama dalam hal pemenuhan finansial di dalam keluarga, bagaimana bentuk dukungan pemenuhan finansial yang diinginkan, penentuan tempat tinggal, pilihan investasi, penentuan atas nama properti/barang, cicilan individu/bersama, dsb.
10. Perencanaan memiliki anak
Diskusikan mengenai keputusan untuk memiliki anak dengan segera atau ditunda terlebih dahulu, bagaimana pola asuh yang akan dijalankan, dsb.
Perlu diingat bahwa semua hal di atas harus dibicarakan dan disepakati terlebih dahulu sebelum anda mengatatakan “I do” atau sebelum anda dan pasangan memutuskan untuk menikah. Pernikahan idealnya tetap memberi ruang bagi setiap individu untuk terus berkembang dan tidak selalu menggunakan “cara” atau nilai dari pasangan, namun juga ada ruang untuk menggunakan “cara” atau nilai-nilai pribadi.
Menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi, sekecil apapun itu di dalam kehidupan pernikahan merupakan hal yang sangat penting. Jika semua hal sudah didiskusikan dengan pasangan dan pada perjalanannya terdapat hal yang belum pernah terpikirkan untuk dibicarakan sebelumnya, jadikan hal ini sebagai tugas perkembangan bersama. Pernikahan membutuhkan usaha tidak hanya dari salah satu individu, namun membutuhkan usaha dari kedua pasangan.
Selamat berdiskusi dan mengeksplorasi rencana kehidupan pernikahan dan berkeluarga dengan pasangan Anda!
(Psikolog Dewasa, Ariesti Pritawati, M.Psi.,Psikolog)