Penting untuk Bahas Isu LGBT dengan Anak

Isu yang sedang hangat diperbincangkan biasanya memiliki dampak tertentu bagi anak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembahasan yang berulang di media cetak maupun digital juga memudahkan anak untuk mengakses informasi terkait isu tersebut.

Lalu, seberapa jauh dampak dari populernya sebuah isu bagi anak? Bisa positif atau negatif, tergantung dari peran orang tua. Termasuk isu mengenai LGBT yang sedang ramai diberitakan di berbagai media saat ini.

LGBT merupakan singkatan dari: Lesbian (perempuan yang menyukai sesama perempuan); Gay (lelaki yang menyukai sesama lelaki); Biseksual (perempuan yang menyukai baik lelaki atau perempuan, lelaki yang menyukai baik perempuan atau lelaki); dan Transeksual (melakukan tindakan operasi untuk mengubah alat kelamin).

Isu LGBT menjadi ramai diperbincangkan karena perilaku/orientasi seksualnya yang sangat berbeda dari norma agama dan sosial yang dipahami oleh masyarakat.

“Kebanyakan dari para LGBT menganggap perilaku mereka normal dan tidak ada yang salah. Begitu pula untuk menikah dengan pasangan sejenis, hal itu mereka rasakan wajar seperti layaknya kita yang merasa wajar untuk menikah dengan lawan jenis. Konsep keluarga mereka tidak sama dengan umumnya, bahwa suami istri tidak harus pria dan wanita dan orang tua ayah ibu tidak mesti pria dan wanita,” jelas Psikolog Dewasa Pustika Rucita, M.Psi., Psikolog (Cita)

Pemberitaan yang cukup gencar di berbagai media mengenai hal ini mungkin membuat rasa penasaran anak semakin tinggi. Anak mungkin saja mencari tahu sendiri serta membuat kesimpulan yang belum tentu benar atau mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam keluarga. Misalnya, anak menjadi memiliki pemahaman yang parsial mengenai isu LGBT, menganggap hal tersebut sesuatu yang mengikuti trend. Tentu sebagai orang tua tidak mengharapkan ini terjadi.

Menurut Psikolog Anak Alia Mufida, M.Psi., Psikolog (Fida), penting untuk orang tua mengetahui sejauh mana anak memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai LGBT.

Penjelasan orang tua mengenai LGBT dapat dimulai dengan memberikan pendidikan seks kepada anak. Pendidikan seks sebaiknya diberikan sejak usia dini sehingga diharapkan ketika anak dalam masa pubertasnya nanti, ia dapat menjaga diri dari penyimpangan seksual akibat kurangnya pengetahuan tentang seks. Pemberian pendidikan seks tentu disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak yang meliputi aspek motorik, kognitif, dan sosial emosionalnya.

Fida mencontohkan untuk anak-anak usia dibawah tiga tahun, pemberian pendidikan seks terbatas pada pengenalan organ-organ tubuh (termasuk organ kelamin) dan mulai disampaikan mengenai perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Pada usia 5-6 tahun, biasanya anak sudah mampu mengelompokkan identitas gender, yang mana yang sama dengannya dan yang mana yang berbeda dengannya.

Memasuki usia remaja, seringkali anak meniru perilaku idolanya. Kekhawatiran orang tua dengan tayangan televisi yang menampikan public figure yang berpenampilan bukan seperti sewajarnya. Misalnya, pria berpenampilan dan berbicara seperti wanita tentu menjadi sorotan. Kemungkinan besar tayangan ini ada karena dianggap ‘menjual’ untuk ditonton dan ‘lucu’ untuk dilihat.

Sebaiknya anak memang didampingi saat menyaksikan televisi untuk menghindari mereka mengambil role-model yang tidak tepat. Berikan penjelasan bahwa tidak semua hal yang ditampilkan atau dilakukan oleh idola dapat ditiru. “Kembalikan lagi pemahaman anak kepada nilai-nilai yang ditampilkan sehari-hari oleh orang tua dan juga kepada pendekatan agama, untuk menyeimbangkan pengetahuan anak,” jelas Cita.

Anak sangat membutuhkan role-model gender yang tepat dari orang tua yang memiliki identitas gender yang sama dengannya.

Anak laki-laki dengan ayahnya, anak perempuan dengan ibunya. Penting pada setiap fase perkembangan anak, kedua orang tua mencontohkan peran-peran gendernya dan mengajak anak ikut serta dalam menjalankannya.

Orang tua memang perlu bersikap waspada mengenai isu LGBT ini, namun tetap terbuka dan komunikatif kepada anak. Karena ini kunci agar anak tidak enggan untuk bercerita atau pun bertanya mengenai topik-topik sensitif. Tidak lupa pendampingan penuh dan pemberian batasan yang konsisten bagi anak dalam penggunaan gadget. Hal ini dilakukan agar orang tua dapat memberikan arahan dan jawaban yang tepat untuk anak. 

(Utari, Rezky)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *