Menjalani peran sebagai orang tua tidak pernah mudah. Terutama di era digital, dimana arus informasi begitu deras, membuka pintu bagi berbagai perilaku dan kebiasaan-kebiasaan baru yang berkaitan dengan penggunaan teknologi dalam dinamika hubungan orang tua dengan anak. Dalam masa tumbuh kembang manusia, interaksi antara lingkungan dengan individu akan turut membentuk karakter maupun kemampuan individu untuk menjalani hidup. Demikian halnya teknologi turut mempengaruhi bagaimana seorang anak berperilaku dan berinteraksi dengan kedua orang tuanya. Di ruang praktek, saya banyak menemukan kasus dimana orang tua kesulitan untuk terkoneksi dengan anak-anak mereka di masa kini. Hal ini membuat teknologi seringkali dipandang sebagai sebuah ancaman di dalam hubungan, seakan-akan ia adalah dinding transparan yang menjaga jarak di antara orang tua dengan anak-anaknya.
Ketika kita melihat teknologi sebagai ancaman, maka sangat mudah bagi kita mengambil sikap negatif atas keberadaannya. Secara alami kita bertindak defensif, sehingga menjadikan teknologi sebagai kambing hitam di dalam beragam situasi yang kita anggap sulit. Ketika teknologi dipandang sebagai ancaman bagi orang tua, maka dialog humanis menjadi sulit diterapkan, upaya memahami lebih dalam mengenai bagaimana teknologi bekerja dan bagaimana teknologi mempengaruhi kehidupan anak menjadi sulit dipahami lebih dalam oleh orang tua. Hal ini membuat anak-anak menjadi enggan bercerita apa adanya, menganggap kedua orang tua mereka bukan lagi sebagai tempat yang aman untuk berbagi cerita dalam keseharian. Hal ini kerap menjadi cikal bakal dinding pembatas dalam hubungan orang tua dan anak.
Saya tahu hal ini sulit dilakukan, tetapi sangat mungkin diupayakan. Perkembangan teknologi yang begitu cepat kerap membuat orang tua merasa overwhelmed, dan serba ketakutan. Padahal dengan cukup memahami apa saja yang saat ini bisa dilakukan, dan memahami konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dihadapi dalam penggunaan teknologi tertentu, orang tua bisa mendampingi anak-anaknya dalam menggunakan teknologi.
Peran orang tua tetap dibutuhkan untuk melakukan filter-filter dari konten-konten yang ada di dalam media sosial sesuai usia anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan konten yang dikonsumsi oleh anak, dan memberikan penjelasan kepada anak dan mengenalkan Batasan-batasan antara apa yang boleh dan belum boleh dikonsumsi sesuai dengan usia anak.
Ketika anak mulai memasuki usia sekolah, maka semakin banyak paparan konten dan perkembangan teknologi yang mereka dapatkan. Bahkan kadang orang tua bisa belajar mengenai perkembangan teknologi dari anak-anak mereka. Dalam masa ini, biasakanlah membangun dialog humanis dengan anak Anda. Dibandingkan fokus pada larangan, mulailah ajak mereka untuk berdiskusi dan berefleksi bersama mengenai berbagai perkembangan teknologi. Nasehat seringkali lahir dari niatan yang baik, hanya saja bagaimana Anda menyampaikannya kerap memegang peran yang penting yang menentukan kualitas hubungan yang Anda bangun bersama anak Anda.
Oleh karena itu, hadirlah secara penuh, terima semua rasa ingin tahu mereka, keinginan mereka mengekspresikan diri, dan validasi setiap perasaan yang muncul di dalam diri mereka sehingga mereka merasa aman membagi pengalaman mereka dengan Anda.
Kita telah mengetahui bahwa cara belajar yang alami adalah dengan mencontoh. Oleh karena itu jadilah contoh yang baik dalam penggunaan teknologi di dalam keluarga. Buatlah kesepakatan dengan anak mengenai cara-cara dan Batasan-batasan penggunaan teknologi di rumah. Hadirlah secara penuh dengan tidak menyentuh gadget ketika Anda dan anak-anak akan menghabiskan waktu bersama.
Teknologi akan terus berkembang, begitu juga Anda dan anak-anak Anda. Teknologi belum tentu mengancam, keterbukaan kita dalam menerimanya, dan kemampuan kita berefleksi atasnya akan turut membantu kita menjaga hubungan Anda dengan anak-anak Anda.
Ditulis oleh: Anggita H. Panjaitan, M.Psi., Psikolog